Pada era otonomi, berbagai daerah di Indonesia merumuskan City Brand sebagai cara untuk mendeferensiasi daerah lain. City brand digunakan sebagai sarana promosi untuk meraih keunggulan bersaing baik tingkat lokal, regional bahkan internasional. Untuk membangun brand yang kuat diperlukan berbagai kajian dan analisa yang mendalam selain juga kreatifitas. Merk yang baik harus merupakan ekstrak dari visi dan misi suatu daerah serta dalam merumuskannya harus melibatkan seluruh stakeholders. Harapannya agar mereka merasa memiliki dan mempunyai kebanggaan sehingga mereka ikut mewujudkannya. Secara umum sasaran city branding adalah mempromosikan potensi daerah terhadap daya tarik di bidang perdagangan, pariwista dan investasi.
Potensi daerah ibarat sebuah produk atau jasa dikemas dan diberi merk (branding) agar memiliki ciri yang dapat membedakan dengan potensi daerah lainnya. Bersamaan dengan era otonomi, berbagai daerah di Indonesia ingin menonjolkan identitasnya sehingga bisa merasa berbeda dari daerah lain Sebagaimana definisi merk menurut UU Merk No 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merk adalah tanda yang berupa gambar, nama, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembedadan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Definisi ini memiliki kesamaan dengan definisi versi American Marketing Association yang menekankan peranan merk sebagai identifier dan differentiator. Dari kedua definisi tersebut, secara teknis apabila pengelola daerah membuat nama, logo atau kombinasi dari hal-hal tersebut untuk mengidentifikasi potensi daerahnya berarti pengelola daerah telah menciptakan sebuah merk atau melakukan branding terhadap daerahnya.Indonesia sedang mengikuti trend dunia dengan selera dan greget yang sama karena beberapa kota di berbagai belahan dunia telah pula melakukan pemerkan untukmeneguhkan identitasnya sekaligus dipakai sebagai sarana promosi. Sebut saja misalnya Malaysia dengan “The Truly Asia”, Brisbane dengan “City of Sun Sunday”, Singapura dengan “Uniquely Singapore”, Kuala Lumpur dengan “ City of the future”. Sementara di Indonesia sendiri seperti Bali dengan “Bali: Shanti, Shanti, Shanti”, Yogyakarta dengan “Jogja never ending Asia”. .
Dalam dunia pemasaran, branddigambarkan sebagai aset tidak berwujud (intangible assets). Proses membentuk brand disebut branding. Menurut Philip K dan Waldemar P (2006:14) Branding adalah tentang membawa hal yang biasa dan meningkatkanya dengan cara-cara yang membuatnya menjadi lebih berharga dan berarti. Jadi suatu obyek dengan diberi merk diharapkan dapat memberikan nilai tambah. Kunci utama proses membangun merk sukses adalah kualitas, layanan, inovasi dan diferensiasi (Fandy Tjiptono, 2005:17)
Hadirnya brand Jogja Never Ending Asia/JNEA merupakan satu fenomena tersendiri. Karena, Yogya yang merupakan satu propinsi terkecil di Indonesia dinilai memiliki 'keberanian' melahirkan brand yang bernuansa Asia, dan terkesan ingin tampil sejajar dengan Singapura dan Malaysia yang juga punya brand dengan cakupan citra Asia. Namun bukan berarti Yogya ingin bersombong diri dan muncul meninggalkan Indonesia. Sebab, pemunculan brand JNEA, salah satunya dikarenakan kondisi Yogya yang ingin keluar dari citra buruk Indonesia pasca krisis. Bukan tanpa alasan kalau Yogya berani tampil dengan brand tersebut, lantaran Yogya memiliki kredibilitas dan otoritas budaya. Jogja Never Ending Asia ditetapkan sebagai Brand Image Propinsi DIY yang didesain penuh makna menempatkan posisi baru Yogyakarta sebagai " Experience that never end in Asia". Visinya adalah untuk menjadikan Yogyakarta "the leading economic region in asia for trade, tourism, and invesment in five years".
Sedangkan misinya yaitu untuk menarik memberikan kepuasan dan mempertahankan perdagangan, wisatawan, investor, pengembang dan organisasi dari seluruh dunia untuk tetap berada di Yogyakarta. Dengan brand image ini, Yogyakarta akan merangkul dunia dan dunia akan secara antusias disambut di Yogyakarta
Sedangkan misinya yaitu untuk menarik memberikan kepuasan dan mempertahankan perdagangan, wisatawan, investor, pengembang dan organisasi dari seluruh dunia untuk tetap berada di Yogyakarta. Dengan brand image ini, Yogyakarta akan merangkul dunia dan dunia akan secara antusias disambut di Yogyakarta
Dasar filosofi pembangunan daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Hamemayu Hayuning Bawana, sebagai cita-cita luhur untuk menyempurnakan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta berdasarkan nilai budaya daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Hakekat budaya adalah hasil cipta, karsa dan rasa, yang diyakini masyarakat sebagai sesuatu yang benar dan indah. Demikian pula budaya daerah di DIY, yang diyakini oleh masyarakat sebagai salah satu acuhan dalam hidup bermasyarakat, baik ke dalam (Intern) maupun ke luar (Extern). Secara filosofis, budaya Jawa khususnya Budaya DIY dapat digunakan sebagai sarana untuk Hamemayu Hayuning Bawana. Ini berarti bahwa Budaya tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat ayom ayem tata, titi, tentrem karta raharja. Dengan perkataan lain, budaya tersebut akan bermuara pada kehidupan masyarakat yang penuh dengan kedamaian, baik ke dalam maupun ke luar.
Hubungan filosofi Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, konsep budayanya melahirkan brand image Jogja Never Ending Asia. Dari sekian banyak pencerminan semua itu adalah keraton Yogyakarta, dan Candi Borobudur.
Kraton ( istana ) Kasultanan Yogyakarta terletak dipusat kota Yogyakarta. Lebih dari 200 tahun yang lalu, tempat ini ini merupakan sebuah rawa dengan nama Umbul Pacetokan, yang kemudian dibangun oleh Pangeran Mangkubumi menjadi sebuah pesanggrahan dengan nama Ayodya.Pada tahun 1955 terjadilah perjanjian Giyanti yang isinya membagi dua kerajaan Mataram menjadi Ksunanan Surakarta dibawah pemerintah Sunan Pakubuwono III dan Kasultanan Ngayogyakarta dibawah pemerintah Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwono I.Pesanggrahan Ayodya selanjutnya dibangun menjadi Kraton Kasultanan Yogyakarta . Kraton Yogyakarta berdiri megah menghadap ke arah utara dengan halaman depan berupa alun- alun ( lapangan ) yang dimasa lalu dipergunakan sbg tempat mengumpulkan rakyat, latihan perang bagi para prajurit, dan tempat penyelenggaraan upacara adat. Pada tepi sebelah selatan Alun- alun Utara , terdapat serambi depan istana yang lazim disebut Pagelaran.
Borobudur merupakan candi terbesar di dunia, yang merupakan salah satu dari 7 keajaiban dunia Terletak disebelah barat laut kota Yogyakarta, sejauh kurang lebih 42 kilometer. Dibangun pada abad VIII , merupakan hasil kerja keras dan di tunjang ketekunan para pekerja dan dedikasi yang tinggi dari kerabat dan rakyat Wanga Sailendra yang berkuasa pada masa itu. Candi itu benar - benar menampilkan kebesaran kerajaan Cailendra , yang berusaha menggambarkan riwayat hidup Sidharta Budha Gautama dan menjelaskan ajaran - ajarannya melalui relief-relief yang terukir indah pada dinding candi. Dari puncak candi dapat dilihat alam sekeliling yang indah, Gunung Sumbing sebagai salah satu tipe gunung berapi yang ada di daerah Jawa Tengah yang mengepulkan asap tampak disebelah barat diantara awan yang begerak. Bangunan ini merupakan peninggalan nenek moyang kita yang sangat berharga bukan hanya bangsa Indonesia tetapi juga bangsa - bangsa di duniapun ikut memilikinya.
Brand image yang kental terlihat dari Keraton maupun Candi Borobudur sehingga Brand Kota Yogyakarta "Jogja Never Ending Asia/JNEA" bukan hanya selogan saja tetapi benar-benar Brand yang mempunyai “ruh” yang membuat Brand ini menjadi nyata-nyata hidup di antara Brand yang lain.